KASUS PELANGGARAN HAK PASIEN, WEWENANG DAN KODE ETIK
NAMA : CANDRA
OKTAVIANI
KELAS : Kebidanan Regular A
MATKUL : KONSEP KEBIDANAN
DOSEN : ANGGIT KARTIKASARI , S.ST , M. KES
KASUS :
1.
Kasus Pelanggaran Kode Etik Dan Wewenag Bidan
Dalam kasus aborsi jika bidan melakukan
tindakan aborsi maka akan melanggar peraturan:
a.
Pasal 229
a)
Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita
atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan,
bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
b)
Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari
keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau
kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat
ditambah sepertiga.
c)
Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut,
dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian
itu.
2.
Kasus Pelanggaran Kode Etik Dan Wewenag Bidan
Seorang Ibu Primigravida dibantu oleh seorang
bidan untuk bersalin. Proses persalinannya telah lama karena lebih 24 jam bayi
belum juga keluar dan keadaan ibu nya sudah mulai lemas dan kelelahan
karena sudah terlalu lama mengejan. Bidan tersebut tetap bersikukuh untuk
menolong persalinan
a)
Pasal-pasal 359 sampai dengan 361 KUHP, pasal-pasal
karena lalai menyebabkan mati atau luka-luka berat.
Pasal 359
KUHP, karena kelalaian menyebabkan orang mati : Barangsiapa karena kealpaannya
menyebabkan mati-nya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun atau kurungan paling lama satu tahun.
b)
Pasal 1365 KUHS, Setiap perbuatan melanggar hokum yang
mengakibatkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang kkarena
kesalahannya mengakibatkan kerugian itu, menganti kerygian tersebut.
3.
Kasus Pelanggaran Hak Pasien
Ada
seorang ibu datang ke klinik seorang bidan untuk melahirkan. Tetapi bidan itu
membantu proses persalinan dengan muka masam karena pasien tersebut dari
klangan keluarga tidak mampu. Jadi bidan tersebut berpikir tidak akan
mendapatkan upah yang cukup. Sehingga bidan tersebut melakukan proses
persalinan dengan perlakuan yang agak kasar dan membuat pasien tersebut merasa
tidak nyaman. Ini tentu melanggar hak pasien karena pasien
berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa
diskriminasi.
PENYELESAIAN KASUS :
Malpraktek
yang dilakukan oleh bidan dapat disebabkan oleh banyak faktor, misalnya
kelalaian, kurangnya pengetahuan, faktor ekonomi, rutinitas,dan juga perubahan
hubungan antara bidan dengan pasien. Untuk dapat mencegah terjadinya malpraktek
yang dilakukan oleh bidan dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya dengan
tidak memberikan jaminan atau garansi akan keberhasilan usahanya, dalam
melakukan tindakan harus ada informed consent, mencatat semua tindakan kedalam
rekam medik, dan lain-lain.
Cara
membuktikan kelalaiannya adalah Dereliction of Duty (penyimpangan dari
kewajiban) Jika seorang bidan melakukan pekerjaan menyimpang dari apa yang
seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard
profesinya, maka bidan tersebut dapat dipersalahkan.
Melakukan
malpraktek yuridis (melanggar hukum) berarti juga melakukan malpraktek etik
(melanggar kode etik). Sedangkan malpraktek etik belum tentu merupakan
malpraktek yuridis. Apabila seorang bidan melakukan malpraktek etik atau
melanggar kode etik. Maka penyelesaian atas hal tersebut dilakukan oleh wadah
profesi bidan yaitu IBI. Dan pemberian sanksi dilakukan berdasarkan
peraturan-peraturan yang berlaku didalam organisasi IBI tersebut. Sedangkan
apabila seorang bidan melakukan malpraktek yuridis dan dihadapkan ke muka
pengadilan. Maka IBI melalui MPA dan MPEB wajib melakukan penilaian apakah
bidan tersebut telah benar-benar melakukan kesalahan. Apabila menurut penilaian
MPA dan MPEB kesalahan atau kelalaian tersebut terjadi bukan karena kesalahan
atau kelalaian bidan, dan bidan tersebut telah melakukan tugasnya sesuai dengan
standar profesi, maka IBI melalui MPA wajib memberikan bantuan hukum kepada
bidan tersebut dalam menghadapi tuntutan atau gugatan di pengadilan
Kepala dinas
kesehatan akan memcabut SIPB setelah mendengar saran dan keputusan dari MPEB
dan IBI . MPEB akan melakukan sidang dari kasus ini. MPEB akan meminta
keterangan dari bidan dan saksi. Yang menjadi saksi dari kasus ini adalah
asisten bidan. MPEB akan meminta keterangan dari bidan dan saksi. Setelah
asisten bidan mengatakan yang sebenarnya bahwa bidan lah yang menahan rujukan
karena alasan komisi, maka MPEB akan memberikan sanksi yang setimpal karena
sudah merugikan orang lain kepada bidan tersebut dan sebagai gantinya izin
praktik bidan tersebut akan di cabut dan pencabutan SIPB sementara. Keputusan
MPEB bersifat final.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar